Minggu, 11 April 2010

Resep Rasulullah Atasi Kemiskinan

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut,”Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?” Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa saya pakai sehari-hari dan sebuah cangkir.” Rasul langsung berkata.”Ambil dan serahkan ke saya!” Lalu pengemis itu menyerahkannya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah menawarkannya kepada para sahabat,"Adakah diantara kalian yang ingin membeli ini?" Seorang sahabat menyahut," Saya beli dengan satu dirham." Rasulullah menawarkannya kembali," adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?" Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham.

Rasulullah menyuruh pengemis itu untuk membelikan makanan dengan uang tersebut untuk keluarganya, dan selebihnya, Rasulullah bersabda, "Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu." Sambil melepas kepergiannya, Rasulullah pun memberinya uang untuk ongkos.

Setelah dua minggu, pengemis itu datang lagi menghadap Rasulullah sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu. Lalu Rasulullah menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya seraya bersabda, "Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-meminta hanya akan membawa noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seorang tidak bisa berusaha." (H.R. Abu Daud).

Riwayat ini memberi pelajaran kepada kita bahwa ketika mendapati seorang yang miskin yang meminta-minta, Rasulullah ternyata tidak langsung memberi uang. Tetapi beliau justru menanyakan apa yang dimiliki oleh si pengemis yang bisa dimanfaatkan sevagai modal.

Rasulullah melakukan hal itu tidak lain untuk mencegah ketergantungan seseorang kepada orang lain. Juga untuk mengajarkan bahwa apapun yang dimiliki oleh seseorang sebenarnya memiliki nilai produktivitas. Tergantung bagaimana ia secara kreatif memanfaatkannya.

Pelajaran lain yang kita peroleh dari riawayat tersebut yaitu, sejelek dan seburuk apapun sesuatu yang kita miliki, sebenarnya ia tetap bernilai. Kita tidak boleh menganggap sesuatu itu tidak berguna selama masih bisa dimanfaatkan. Tinggal kita bisa memanfaatkannya atau tidak. Kalau sesuatu itu menurut kita tidak bermanfaat, tapi bisa jadi bermanfaat bagi orang lain.

Ada lagi yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah tersebut yaitu terkait dengan kapasitas dan peluang yang dibaca Rasulullah terhadap si pengemis iru. Rasulullah sengaja menyuruhnya menjadi tukang kayu karena beliau melihat bahwa pengemis itu memiliki potensi di bidang tersebut. Jika ia diperintah melakukan hal yang lain seperti berdagang atau mengajar, belum tentu ia bisa melakukannya.

... Tidak layak bagi seorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seorang tidak bisa berusaha." (H.R. Abu Daud).
Teladan Yang Utuh

Dari hadits tersebut juga bisa kita ambil pelajaran bahwa Rasulullah dengan kebijakannya itu menunjukkan sebagai orang yang cerdas, bersih hatinya, dan jernih jiwanya. "Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.." (Q.S. An-Najm [53]:2-5)

Karena itulah beliau sangat layak jika dipilih oleh Alloh sebagai pemimpin umat manusia yang selalu memperoleh wahyuNya, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan. "Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Alloh, hari akhir dan bagi orang yang banyak mengingat Alloh." (Al-Ahzab:21)

Imam As Sa'dy mengatakan di dalam tafsirnya hal.609, "Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik yaitu dari sisi mana beliau menghadiri sendiri suara hiruk pikuk dan langsung terjun ke medan laga. Beliau adalah orang yang mulia dan pahlawan yang gagah berani. Lalu bagaimana kalian menjauhkan diri kalian dari perkara yang Rasulullah bersungguh-sungguh melaluinya seorang diri? Maka jadikanlah dia sebagai panutan dalam perkara ini dan sebagainya."

Itulah bukti kepemimpinan Rasulullah. Ini sangat berbeda dengan pemimpin-pemimpin masa kini yang sarat kepentingan dan kekuasaan. Biasanya kebijakan terhadap orang miskin lebih disebabkan karena ingin mempertahankan kekuasaannya. Mereka membuat kebijakan yang hanya menyenangkan orang miskin yang bersifat sesaat. Sebagai contoh adalah kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) untuk keluarga miskin sebagai kompensasi kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Kebijakan ini jelas sangat tidak mendidik masyarakat miskin untuk berkembang dan berkreasi. Kebijakan seperti ini hanya akan membuat masyarakat miskin menjadi tergantung pada pemberian bantuan. Bahkan, anggota masyarakat yang tidak masuk dalam anggota kategori miskin pun tiba-tiba ingin disebut miskin gara-gara ingin mendapatkan BLT.

Demikianlah secuil teladan Rasulullah SAW dalam mengatasi kemiskinan. Dengan hati yang jernih dan bersih, beliau membuat suatu kebijakan yang bisa mengangkat derajat seseorang. Beliau sangat menghargai sisi-sisi positif orang lain yang sebenarnya bisa berkembang sesuai kemampuannya.

Jadi, jauh sebelum Adam Smith terkagum-kagum dengan penemuannya sendiri dalam the Wealth of Nation, yang menjadi asumsi dasar ideologi liberal klasik (cikal bakal kapitalisme saat ini bahwa manusia adalah aktor/individu yang memiliki potensi positif untuk berkembang dan berkreasi jika diberi kesempatan dan kebebasan berkreasi), Rasulullah telah dengan sadar melakukannya.

Namun, berbeda dengan kaum liberal klasik yang cenderung mengabaikan moral dan nilai, jika moral dan nilai itu ternyata menghambat, Rasulullah tetap menggunakan prinsip-prinsip nilai dan moral yang bersumber dari Al-Qur'an sebagai pembatas antara yang haq dan batil.

0 komentar:

Posting Komentar