Jumat, 16 April 2010

KOMUNIKASI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN

Kemampuan individu untuk melihat dimungkinkan oleh organ yang disebut mata. Sistem ini terdiri atas organ-organ yang menerima dan memfokuskan cahaya yang masuk ke dalam mata, sel-sel reseptor penglihatan yang menangkap bayangan, yang disebut fotoreseptor dan serabut saraf (nervus optikus) yang membawa input sensori dari fotoreseptor menuju ke otak untuk dipersepsi oleh otak.
Bola mata (bulbus okuli) terdiri atas tiga lapisan (tunika), yaitu:
1. Tunika fibrosa di bagian luar
Tunika fibrosa merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan ikat padat dan tidak mengandung pembuluh darah. Pada bagian depan (seperenam bagian), lapisan tunika ini membentuk kornea yang merupakan lapisan jernih dan lapisan di bagian belakang disebut sklera, yang berwarna keruh (putih)
2. Tunika vaskuola (uvea) di bagian tengah
Tunika vaskuola adalah lapisan tengah dinding bola mata, yang disebut uvea. Uvea berpigmen terdapat pada tiga area, yaitu koroid, korpus siliaris dan iris. Koroid merupakan lima per enam bagian posterior uvea, banyak mengandung pembuluh darah dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada semua lapisan dinding bola mata. Pada bagian anterior terbentuk korpus siliaris yang merupakan jaringan tebal berbentuk anyaman dan mengandung otot polos, yang berfungsi mengatur ketebalan lensa mata dalam kegiatan akomodasi mata. Permukaan korpus siliaris berlipat-lipat dan membentuk prosesus siliaris yang mengandung kapiler yang akan membentuk humor aquaeus yang mengisi kamera okuli anterior. Prosesus siliaris berhubungan dengan lensa melalui benang-benang yang disebut ligamentum suspensatorium atau zonula zanii. Korpus siliaris berlanjut membentuk iris, yaitu bagian mata yang terletak antara lensa dan kornea. Iris berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam rongga mata melalui lubang yang ada di tengah iris atau disebut juga pipil
3. Tunika sensoris
Tunika sensoris mengandung fotoreseptor yang berfungsi menerima rangsang cahaya. Tunika sensoris, disebut juga retina, merupakan lapisan yang banyak mengandung saraf. Lapisan paling luar pada retina adalah lapisan yang mengandung pigmen yang langsung melekat pada koroid. Di bawah lapisan ini terdapat lapis bening yang mengandung fotoreseptor, neuron bipoler dan sel-sel ganglion. Pada daerah posterior lapisan tunika sensoris ini terdapat suatu titik yang tidak mengandung fotoreseptor sehingga dikenal pula sebagai titik buta (blind spot). Fotoreseptor yang terdapat dalam tunika sensoris terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel konus (kerucut) dan basili (batang). Sel konus berfungsi menerima rangsang cahaya terang dan rangsang berupa warna, sedangkan sel basili berfungsi melihat sinar yang remang-remang dan cenderung gelap dan tidak dapat membedakan warna. Secara umum, jumlah sel berbentuk batang lebih banyak daripada bentuk kerucut.
Mekanisme penerimaan sinar hingga dapat dipersepsi adalah sebagai berikut : Sinar yang dipantulkan ke dalam bola mata akan diterima, secara berurut, melalui kornea, melewati lubang pupil (sebagai pengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk, lensa mata, korpus viterus, dan akhirnya diterima oleh retina pada fovea sentralis). Media yang dilalui cahaya sebelum jatuh pada retina disebut media refraksi. Selanjutnya sinar yang telah jatuh ke retina akan ditangkap oleh sel-sel konus dan sel basili yang selanjutnya dihantarkan menuju otak sebagai impuls saraf. Hasil penerimaan rangsang saraf ini kemudian dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai citra (gambaran) dalam persepsi manusia.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal kornea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan kornea serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat tergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Sebagai contoh, ketika melakukan orientasi ruang perawatan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.


Berikut adalah tehnik-tehnik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda berada dekatnya.
2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan non verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan, informasikan kepadanya.
6. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien di pindah ke lingkungan yang asing baginya

0 komentar:

Posting Komentar